Rabu, 27 Agustus 2014

Kata "Gudeg" Diplagiat, Indonesia Protes Brunei Darussalam

Pemerintah Indonesia melayangkan protes kepada Brunei Darussalam atas pencatuman puluhan ribu kata Bahasa Indonesia dalam Kamus Bahasa Melayu yang diterbitkan pemerintah Brunei.

Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryati mengatakan ada sebanyak 62.000 jumlah kosakata bahasa Indonesia yang dicantumkan dalam Kamus Brunei Melayu Nusantara.

Sejumlah kata yang dimuat kamus Brunei tak menyertai asal usulnya. Misalnya kata bude yang definisinya tertulis di KBBI sebagai ibu gede atau kakak perempuan ibu atau ayah dan juga gudeg, makanan yang dibuat dari buah nangka muda dan diberi santan. Semua kata-kata itu diambi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Wiendi mengatakan Kementerian Pendidikan dan Budaya sudah mengajukan keberatan kepada Dewan Pakar dan Bahasa Brunei Darussalam karena tidak menyebutkan asal kata itu dari bahasa Indonesia.

"Dengan mengambil 62.000 lebih tanpa pengakuan sumber tanpa ada menyebutkan acuan dan sebagainya, tentu masalah menjadi kasus plagiarisme, kita sudah menyatakan protes terhadap dewan bahasa dan pustaka dari Brunei perihal ini, jelas keberatan dan meminta itu tidak boleh beredar," kata Wiendu, seperti dimuat dari BBC Indonesia, Selasa (12/8/2014).

Wiendu menjelaskan pihaknya sudah mengajukan surat resmi ke Brunei. Tim bentukan pemerintah juga sudah mengkaji dan menyusun dokumen keberatan yang akan disampaikan kepada pemerintah Brunei dalam pekan ini.

Langkah pemerintah untuk mengajukan keberatan atas pencantuman kata-kata bahasa Indonesia dalam Kamus Brunei Melayu Nusantara didukung oleh pakar bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, R. Kunjana Rahardi yang mengatakan pencantuman kata dalam kamus harus dicantumkan sumbernya.

Kunjana mengatakan dalam kasus ini pembuktian dapat dilakukan dengan cara merunut asal katanya.

"Dalam linguistik histioris komparatif itu dapat dipelajari bagaimana sebuah kata ada akarnya, ada sumbernya yang disebut bahasa proto, nah nanti bisa dibuktikan apakah kata-kata yang diaku atau yang dianggap sebagai bahasa Melayu oleh Brunei itu berasal dari kata dalam bahasa Indonesia, entah itu dari Jawa , Sunda, Batak atau yang lainnya," jelas Kunjana.

Kunjana mengatakan secara etika akademik, sumber harus dicantumkan, apalagi pencatuman dalam kamus harus secara jujur menuliskan asal kata, dan itu berlaku secara universal di berbagai negara.